Samsung Smart Home, karena konsumen butuh ekosistem di masa depan


Samsung Electronics sudah membuat smartphone, televisi dan kulkas. Sekarang mereka ingin memberikan cara buat semua perangkat ini untuk bisa saling berbicara antar satu sama lain.

"Saat ini, orang membeli barang-barang mereka satu per satu, tapi di masa depan, orang ingin memiliki ekosistem," kata Yoon Boo-keun atau BK Yoon, co-CEO Samsung dalam sebuah wawancara menjelang Consumer Electronics Show (CES) 2014, di mana perusahaan tersebut menampilkan Smart TV, peralatan rumah tangga dan tablet baru.

Samsung sedang mengembangkan Smart Home, sebuah platform yang diharapkan akan mendukung konsep rumah terhubung atau connected home di masa depan, yang memungkinkan konsumen untuk menerima panggilan telepon di kulkas mereka, atau menggunakan smartphone untuk menghidupkan AC atau mematikan lampu di rumah - semua saat mereka bepergian ke luar negeri.

Samsung akan, pada awalnya, fokus untuk mengintegrasikan produk mereka sendiri, tapi "kami berharap untuk dapat terhubung ke produk non - Samsung," kata BK Yoon yang dalam usia 60 tahun masih bekerja untuk mengawasi bisnis TV dan alat rumah tangga dari Samsung Electronics.

Samsung tidak akan benar-benar memperkenalkan setiap perangkat yang terhubung baru di atas panggung minggu ini di pameran dagang CES 2014. Sebaliknya, perusahaan mengatakan akan menggelar fitur konektivitas Smart Home terlebih dulu secara bertahap selama semester pertama tahun ini karena perangkat mobile mereka sebagian besar masih dijalankan oleh OS Android. Dan Samsung sudah menyiapkan sistem operasi mobile baru yang disebut TIZEN dimana pihaknya berencana untuk meluncurkan secara luas untuk semua produk elektronik mereka mulai tahun ini.

TIZEN, diucapkan dengan Tai-zen, adalah sistem operasi "open source" seperti Android dari Google, yang akan dijalankan oleh mayoritas smartphone Samsung di masa depan. Itu berarti bahwa siapa pun dapat menggunakan kode yang membentuk inti dari sistem operasi ini.

Platform Samsung Smart Home akan mengakomodasi Android, TIZEN dan sistem operasi lainnya. Ini akan menghubungkan perangkat ke server pusat, dan memungkinkan penyedia layanan medis dan keamanan dari pihak ketiga untuk mengembangkan fungsi di atasnya. Pendekatan terbuka dari Samsung ini berlawanan dengan model tertutup yang diadopsi oleh Sony dari Jepang dan Apple untuk produk dan layanan mereka.


Selama bertahun-tahun, dengan format seperti video Betamax pada tahun 1970-an dan perangkat audio digital Minidisc pada 1990-an, Sony mencoba menggunakan naiknya merek mereka dalam produk elektronik konsumen untuk mengunci konsumen ke dalam format proprietary yang tidak kompatibel dengan perangkat pesaing mereka. Namun pendekatan Sony gagal total setelah konsumen berulang kali dipaksa untuk menggunakan format yang sangat membatasi, dan pengalaman mereka kemudian sering dikutip sebagai strategi yang salah langkah yang menjadi kunci yang berkontribusi terhadap penurunan merek mereka dalam jangka panjangnya.

Apple, saingan utama Samsung, juga telah memberlakukan strategi yang membatasi - namun lebih berhasil daripada yang dilakukan oleh Sony - dengan ekosistem software dan layanan proprietary yang telah mengatur keberhasilan mereka selama bertahun-tahun di industri smartphone.

Samsung kemudian terdorong untuk mencoba dan membuat platform dan sistem operasi sendiri setelah perusahaan mulai melihat batas-batas inovasi hardware di berbagai lini produk mereka. Menurut eksekutif darti Samsung, untuk menjaga konsumen mereka agar tetap setia, dan untuk membedakan produknya dari para saingan mereka, software dan layanan akan memainkan peran kunci. Tetapi software adalah kelemahan bersejarah bagi Samsung Electronics, kontras dengan keahlian mereka dalam menciptakan berbagai model hardware berkualitas, sehingga kritik terus-menerus harus dihadapi oleh Samsung dalam jalan mereka menuju ke puncak industri smartphone dan TV.

Pada sebuah konferensi investor pada bulan November yang lalu, Kwon Oh-hyun, co-CEO di Samsung Electronics selain BK Yoon dan JK Shin, membandingkan perusahaannya dengan tim bisbol yang kuat di batting daripada pitching.

"Meskipun kita melakukan bisnis software, masih belum sebaik saat kita berada dalam hardware," kata CEO Kwon.

Dalam pesan Tahun Baru untuk karyawannya pekan lalu, chairman Samsung Lee Kun-hee mendesak karyawannya untuk berpikir lebih dari sekedar hardware. Dulu chairman Lee juga pernah mendesak karyawannya untuk membuat produk berkualitas dengan merek sendiri dan meninggalkan produk berbasis kuantitas yang murah yang sebagian dibuat untuk perusahaan lain hingga Samsung menjadi seperti sekarang ini.

CEO BK Yoon, dalam wawancara dengan The Wall Street Journal, menekankan bahwa upaya Samsung untuk meningkatkan keahliannya pada software tidak akan datang dengan mengorbankan kekuatan bersejarah mereka dalam hardware.

"Saya tidak merasa Anda dapat memimpin pasar dengan berfokus hanya pada software atau hardware," kata CEO Yoon. "Kebutuhan konsumen terus berubah seiring dengan perubahan zaman."

Samsung berencana untuk merekrut 70 ribu ahli software, yang berarti hampir dua kali lipat dari jumlah karyawan Google saat ini yang sekitar 46 ribu orang dan hampir mendekati Microsoft yang memiliki sekitar 100 ribu karyawan.

Untuk saat ini, Samsung masih mengambil pendekatan hati-hati dalam meluncurkan platform perangkat konektivitas. Misalnya, lini produk baru "Chef Collection" untuk peralatan dapur high-end, yang dipamerkan di CES 2014, bersama dengan kulkas model baru akan dijual dengan harga sekitar $6000, tapi masih belum memiliki fitur konektivitas seperti kulkas, TV dan kamera digital.

Comments